Our Islam will be back....!! Khilafah will rise again...!!

Al-Izzah edisi 19 : ( 2 Rabi'ul Awwal 1430 H / 27 Februari 2009 )



’PROVINSI INJIL’
PROYEK IBLIS KAUM SALIBIS

”Ketua Umum PGI Wilayah Sumut : Protap: Warga Tapanuli Tidak Terhempang Lagi” begitulah berita utama di harian SIB (Sinar Indonesia Baru) pada tanggal 3 Februari 2009 lalu. Berita tersebut adalah pemicu didirikannya Protap (Provinsi Tapanuli) yang memisahkan diri dari Provinsi Sumatera Utara. Berita-berita dalam harian SIB yang bercampur opini tersebut adalah harian yang selalu dipenuhi dengan berita-berita kekristenan mengenai gereja dan sebagainya. Opini-opini dalam harian tersebut memang selalu berifat provokatif –dimana opini diatas adalah salah satu dari opini provokatif yang lain– seperti kekecewaan kaum gerejawan/pendeta di Tapanuli dan ancaman serbuan ke kantor DPRD Sumatera Utara jika DPRD SUMUT tidak menyetujui pembentukan protap. Opini-opini tersebut akhirnya membakar semangat warga tapanuli untuk menyerbu kantor DPRD SUMUT, akhirnya terbunuhnya ketua DPRD SUMUT Abdul Aziz Angkat tak terhindarkan. Sempat terdengar pekikan: ”Bunuh Aziz!”. Yang lain menimpali: ”Jangan dulu bunuh! Suruh teken rekomendasi dulu, baru matikan dia!”. 



Dari sini sangatlah jelas bahwa tewasnya Ketua DPRD SUMUT bukan karena serangan jantung seperti yang disebutkan dalam media massa dan televisi. ”Beberapa orang anggota DPRD yang ikut menyelamatkan Pak Aziz, tapi mereka (pengunjuk rasa) hanya mengejar Pak Aziz, jadi ada apa ? Berarti ini sudah direncanakan mereka untuk membunuh Pak Aziz”, Kata Azwir Sofian (Anggota DPRD SUMUT/ Saksi mata yang sekaligus melindungi Aziz Angkat saat itu). Orang yang paling dicari dalam kasus ini tidak lain adalah Candra Panggabean, dan G.M Panggabean. Merekalah motor dari gerakan yang disebut protap, yang merupakan kaki-tangan gereja. Candra Panggabean adalah salah seorang tokoh gereja, sedangkan G.M Panggabean dikenal sebagai pemilik harian Sinar Indonesia Baru (SIB), Medan. Belum dilakukan penangkapan terhadap G.M Panggabean dikarenakan alasan bahwa ia masih di Singapura.

Kaum salibis yang sudah lama bermain disini nampaknya kurang puas dengan gerakan sosial dan pemurtadan, kini mereka maju selangkah dengan keinginan akan ’struktur politik’. Pergerakan pembentukan protap ini memang sangatlah jelas diarahkan untuk satu tujuan jangka pendek mereka. Yaitu pembentukan provinsi yang akan mereka cover dengan perinjilan. Dengan tujuan jangka panjangnya adalah terjadinya disintegrasi dimana jaringan provinsi kristen baru ini adalah cikal bakal negara baru yang akan memisahkan diri dari Indonesia dengan alasan persamaan agama. Hal ini sudah dapat kita baca bahwa ini adalah agenda asing pula. Seperti halnya kesuksesan-kesuksesan mereka sebelumnya dalam hal memisahkan Timor Leste dan usaha pemisahan Papua dengan ”bintang kejoranya”, serta tidak lupa dengan usaha pemisahan Aceh dengan ”Aceh Merdeka”-nya. 

Daerah yang sangat memaksakan ingin menjadi provinsi baru ini adalah Tapanuli Utara yang memang mayoritas penduduknya beragama kristen. Rencana pembentukan Provinsi Tapanuli ini awalnya meliputi Tapanuli Tengah, Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, dan Nias Selatan. Namun muncul penolakan pada saat penentuan ibu kotanya adalah Siborongborong, dimana sebelumnya adalah Sibolga. Dan seiring perjalanan ’perjuangan’ mereka semakin bermunculan pihak yang kontra dan tidak setuju dengan pembentukan Provinsi Tapanuli ini. Akhirnya Sibolga, Tapanuli Tengah, dan Nias Selatan menarik diri. Mereka kebanyakan tidak mengerti untuk apa provinsi baru dibentuk. Maka pembentukan Provinsi Tapanuli jadi tertolak. Syarat terbentuknya suatu Provinsi adalah ia memiliki tujuh kabupaten, disini mereka hanya memiliki empat kabupaten sekarang dan mereka ngotot untuk menjadi provinsi baru, maka tidak heran bila almarhum Ketua DPRD SUMUT menolak pembentukan tersebut. 

John Tafbu Ritonga, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Kamis di Medan mengatakan, ”Tidak akan memungkinkan terjadi pertumbuhan ekonomi dengan empat kabupaten yang menginginkan Protap. Empat Kabupaten hanya 4.5 persen dari ekonomi Sumut”. ia menambahkan bahwa sudah ratusan kota/kabupaten dan tujuh provinsi baru yang dimekarkan. Namun perkembangannya tidak ada. Bahkan banyak yang menurun dan jauh lebih buruk kondisinya dibandingkan sebelum pemekaran. Mantan Menteri Otonomi Daerah Ryas Rasyid mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen pemekaran telah gagal. ia mengatakan,” Kalau soal kesejahteraan rakyat, itu memang pertanyaan besar”. Namun anehnya malah Gubernur baru Sumut mengeluarkan surat pada tanggal 26 September 2008. Isinya tentang pembentukan protap dengan SK Gubsu No.130/322.K yang diberikan kepada DPR RI. ”Saya khawatir Gubernur kita ini ada ’main mata’ dengan G.M Panggabean”, begitulah kata M Raden Syafi’i Anggota DPRD SUMUT.

Memang banyak alasan yang dilontarkan oleh kaum salibis disini, namun kebanyakan alasan yang sangat tidak masuk akal diantaranya adalah mereka mengedepankan persoalan kesenjangan ekonomi. Produk Domestik Bruto (PDRB) per kapita Tapanuli Utara pada tahun 2006 sebesar Rp 9.430.734, Toba Samosir Rp 12.311.684, Humbang Hasundutan Rp 9.802.815, Samosir Rp 9.156.947. Bandingkan dengan PDRB per kapita daerah-daerah di pesisir Pantai Timur seperti Langkat Rp 9.488.626, Deli Serdang Rp 13.311.684, Serdang Bedagai Rp 9.385.791, dan Labuhan Batu Rp 12.727.925. Kenyataan ini mematahkan dasar pemekaran yakni persoalan kesenjangan ekonomi. 

Alasan lain juga diungkapkan mereka lewat harian SIB (Harian Provokatif Umat Nasrani) bahwa 500 warga Muslim Batak mengikuti aksi dukungan Protap. Hal ini dibantah oleh sekretaris Jam’iyah Masyarakat Muslim Batak Indonesia Sumatera Utara, Aidan Nazwir Panggabean. Ia mengatakan, “Mereka menolak tegas pembentukan Protap selain karena tidak layak secara administrasi pemerintahan juga karena pengalaman kepemimpinan Kristen yang ada di kabupaten Protap saat ini. Ya, kepemimpinan Kristen memang selalu diskriminatif terhadap kaum muslim. Lihat saja fakta di Manokwari pada Maret 2007 lalu, Pemkab dan DPRD Manokwari sempat menyusun Rancangan Peraturan Daerah yang disebut “Raperda Kota Injil” yang bukan murni rancangan Pemda Irjabar. Aliyuddin Abdul Aziz (pengasuh ponpes Darut Taqwa Manokwari) mengatakan bahwa Raperda itu lebih merupakan ambisi pihak gereja seluruh Papua. Banyak sekali pasal di Raperda itu yang diskriminatif terhadap warga muslim misalnya, pada pasal 25 (1) disebutkan : “Warga asli Papua adalah Kristen”. Begitu pula pada ayat 2 dinyatakan : “Nilai-nilai yang diakui dalam aspek budaya, busana, dan agama adalah Kristen”. Lalu Pasal 30 menyatakan, jika suatu daerah sudah ada gereja maka dilarang mendirikan Masjid. Pasal 37 melarang pemakaian simbol agama dalam berpakaian. Artinya, hampir telanjang boleh tapi berjilbab malah dilarang. Sebaliknya, gedung-gedung pemerintahan malah wajib memajang salib. Ditambah pula ada surat edaran dari Badan Pekerja Klasis Ransiki Gereja Kristen Injil di Tanah Papua. Isinya melarang pembangunan Masjid baru di Kabupaten Manokwari. Diskriminasi tersebut juga terjadi di Kabupaten Kepualauan Mentawai yang memisahkan diri dari Kabupaten Padang. “Kalau dibangun satu Masjid disini, maka harus dibangun sepuluh gereja. Padahal, jumlah Muslim mencapai sekitar 30 persen dari total penduduk”, kata seorang da’i di Desa Muara, Siberut Selatan. 

Inilah misi kaum Nasrani dalam memecah belah kaum muslim. Dalam hal yang berbau kekristenan, PDS (Paratai Damai Sejahtera) selalu turut andil. Begini penjelasan dari Drs Mowo Purwito R yang sekarang memeluk Islam (muallaf) dan berganti nama yaitu Muhammad Yusuf Muttaqin (beliau adalah mantan Pendeta dan pengurus DPW PDS Jawa Timur). “Kalau kita bicara Kristen di Indonesia, maka PDS juga akan terlibat. Politik Kristen itu ada dua, yaitu Politik Konsentrasi dan Politik Polarisasi.
1. Politik Konsentrasi : Yaitu kekuatan orang Kristen dalam politik dan punya fraksi di parlemen maka orang kristen harus punya partai, namanya PDS (Paratai Damai Sejahtera). 2. Politik Polarisasi : Yaitu tidak semua tokoh Kristen harus masuk PDS. Mereka menyebar ke semua partai seperti Golkar, PDIP, Demokrat, dan lainnya. Kedua kutub tersebut akan selalu bertemu pada satu muara yang namanya FKKI (Forum Komunikasi Kristen Indonesia). Jadi orang PDS ketika ditanya rahasia partai lain, mereka tahu. Mereka tahu rahasia Golkar, PKB, PAN, dan lainnya. Dimana ada orang Kristen di partai itu maka mereka akan tahu rahasia di partai tersebut. 


SUB-SISTEM KHILAFAH ISLAMIYYAH DALAM MENGATUR WILAYAHNYA 
 
Khilafah Islamiyyah yang merupakan sistem Islam yang diterapkan oleh Rasulullah yang menerapkan Syariat Islam dalam keseluruhan undang-undangnya sangat bisa memberikan solusi akan permasalahan disintegrasi. Khilafah Islamiyyah adalah kesatuan dan sentralisasi kekuasaan. Adapun yang dimaksud disini adalah Daulah Khilafah Islamiyah merupakan satu kesatuan kepemimpinan dan wilayah. Kekuasaan berpusat di tangan khalifah yang berkedudukan di pusat pemerintahan. Tidak ada pemimpin ganda di dalam islam, dan tidak ada pula wilayah yang independen dari kekuasaan pusat, seperti sistem pemerintahan federasi. Pembiayaan dan pengaturan belanja Negara juga dianggap satu. Jika pendapatan sebuah provinsi tidak sanggup membackup pengeluaran (kebutuhan), maka kebutuhan-kebutuhan provinsi tersebut akan dicukupi oleh pemerintahan pusat. 

Kesatuan dan sentralisasi kekuasaan telah ditetapkan berdasarkan sunnah dan ijma’ sahabat. Namun untuk mempermudah jalannya roda pemerintahan, secara administratif, wilayah daulah Khilafah Islamiyah terbagi menjadi beberapa wilayah (provinsi). Adapun wilayah terdiri atas Daerah Tingkat I yang dikepalai oleh seorang Waliy, wilayah juga terdiri atas beberapa Imalah (Daerah Tingkat II) yang dikepalai oleh Hakim atau Amil. Imalah terdiri atas beberapa bagian administratif yang disebut dengan Qashabah (kota); dan Qashabah terdiri atas beberapa bagian administratif yang lebih kecil yaitu Hayyu (desa). Orang yang mengurusi Qashabah dan Hayyu disebut dengan Mudir, dan mereka hanya menjalankan tugas-tugas administratif saja. Para Waliy dan Amil adalah penguasa atas daerahnya, dan diberi otonomi untuk memerintah dan mengatur wilayahnya sesuai kewenangan yang diberikan Khalifah. Waliy diangkat dan diberhentikan oleh Khalifah, bukan diangkat oleh rakyat yang ada di wilayahnya. Nabi SAW pernah mengangkat Amru bin Hazm menjadi Waliy di Yaman dengan kewenangan umum. Nabi SAW terkadang juga mengangkat Waliy dengan kewenangan yang bersifat khusus, semacam hanya mengurusi peradilan, harta, pemerintahan, tentara, dan lain sebagainya. Walaupun Khalifah boleh mengangkat Waliy dengan kewenangan yang bersifat umum maupun khusus, namun, Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dan Syaikh Atha’ Abu Rustah menyarankan agar Khalifah tidak memberikan kewenangan yang bersifat umum kepada para Waliy dengan kewenangan yang bersifat umum kepada para Waliy. Karena kewenangan yang bersifat umum tersebut dapat menimbulkan ancaman disintegrasi di tubuh Daulah Khilafah Islamiyyah. Hal tersebut pernah terjadi pada masa pemerintahan Kekhilafahan Abbasiyyah; saat itu para Waliy memiliki kekuasaan yang bersifat independen, hingga Khalifah tidak memiliki kekuasaan atas para Walinya, dan ia hanya dijadikan sebagai simbol pemerintahan belaka. Adapun kewenangan bisa menimbulkan masalah jika diberikan kepada Waliy adalah kewenangan dalam urusan peradilan, keuangan, dan tentara. Oleh karena itu, ketiga urusan tersebut tidak boleh diberikan kepada Waliy, akan tetapi hendaknya dibuat struktur tersendiri yang independen dari Waliy (Media Umat:Edisi7). Terbukti memang subsistem ini pernah dijalankan di sepanjang berdirinya Daulah Khilafah Islamiyah dan mampu menciptakan kesejahteraan dan kesatuan yang mutlak dibawah Syariah. 

Dalam sistem Syariah dalam Khilafah ini kaum nasrani dan non-muslim lainnya tidak akan didiskriminasi, justru negara melindungi mereka dalam hal kesejahteraan, keamanan, dan kebebasan beragama. Namun mereka pastinya tidak diberi kesempatan memurtadkan umat Islam apalagi memisahkan diri. Dan apabila mereka memerangi kaum Muslim maka mereka tentu akan diperangi. Rasulullah bersabda,”Siapa yang mendatangi kalian, padahal urusan kalian telah terkumpul di tangan seorang (Khalifah), kemudian ia hendak mengoyak kesatuan kalian dan memecah belah jama’ah kalian, maka bunuhlah ia”.[HR.Imam Muslim] . Maka kecerobohan besarlah bagi mereka yang memecahbelah kesatuan kaum muslim yang membentang dari Afrika hingga Nusantara ini.[]shalahuddin

0 komentar:

 

Media Dakwah

© Hidup Mulia Dengan Islam